I just want to say..

Temen-temen semua, selamat datang di Blog-q..
Tolong kritik dan sarannya yach..
Jangan lupa komentarnya y...
Aq tunggu..

11 Desember 2012

INFEKSI VIRUS DENGUE


INFEKSI VIRUS DENGUE

KLASIFIKASI INFEKSI VIRUS DENGUE, WHO 2011


Pada dasarnya ada empat sindrom klinis dengue yaitu (Pudjiadi, 2010; WHO, 2011):
  1. Silent dengue atau Undifferentiated fever
Pada bayi, anak, dan dewasa yang terinfeksi virus dengue untuk pertama kali mungkin akan berkembang gejala yang tidak bisa dibedakan  dari infeksi virus lainnya. Bercak maculopapular biasanya mengiringi demam. Biasanya juga muncul gejala saluran pernafasan atas dan gejala gastrointestinal.
  1. Demam dengue klasik
Demam dengue atau disebut juga dengan demam dengue klasik lebih sering pada anak yang lebih tua, remaja, dan dewasa. Secara umum, manifestasi berupa demam akut, terkadang demam bifasik disertai dengan gejala nyeri kepala, mialgia, atralgia, rash, leukopenia, dan trombositopenia. Adakalanya, secara tidak biasa muncul perdarahan gastrointestinal, hipermenorea, dan epistaksis masif. Pada daerah yang endemis, insidensi jarang muncul pada penduduk lokal
Masa inkubasi antara 4 – 6  hari (berkisar 3 – 14 hari) disertai gejala konstitusional dan nyeri kepala, nyeri punggung, dan malaise (WHO,2011).
Awal penyakit biasanya mendadak dengan adanya trias yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota badan dan ruam/rash (Soedarmo, 2012).
·          Demam : suhu tubuh biasanya mencapai 39oC sampai 40oC dan demam bersifat bifasik yang berlangsung sekitar 5-7 hari (WHO, 2011).
·          Ruam kulit : kemerahan atau bercak-bercak merah yang terdapat di dada, tubuh serta abdomen, menyebar ke anggota gerak dan muka. Ruam bersifat makulopapular yang menghilang pada tekanan. Ruam timbul pada 6-12 jam sebelum suhu naik pertama kali (hari sakit ke 3-5) dan berlangsung 3-4 hari (Soedarmo, 2012).
Anoreksi dan obstipasi sering dilaporkan, di samping itu perasaan tidak nyaman di daerah epigastrium disertai nyeri kolik dan perut lembek sering ditemukan. Gejala klinis lainnya meliputi fotofobia, berkeringat, batuk. Kelenjar limfa servikal dilaporkan membesar pada 67-77% kasus atau dikenal sebagai Castelani’s sign yang patognomonik (Soedarmo, 2012).
Kelainan darah tepi demam dengue adalah leukopeni selama periode pra demam dan demam, nutrofilia relatif dan limfopenia, disusul oleh neutropenia relatif dan limfositosis pada periode puncak penyakit dan pada masa konvalesens. Eusinofil menurun atau menghilang pada permulaan dan pada puncak penyakit, hitung jenis neutrofil bergeser ke kiri selama periode demam, sel plasma meningkat pada periode memuncaknya penyakit dengan terdapatnya trombositopenia. Darah tepi menjadi normal kembali dalam waktu 1 minggu (Soedarmo, 2012).
Pada daerah endemis, tes torniquet yang positif dan leukopenia ( < 5.000 cell/mm3) dapat membantu penegakan diagnosis dari infeksi dengue dengan angka prediksi 70 – 80 %. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan (WHO, 2011):
·         Hitung sel darah putih biasanya normal saat permulaan demam kemudian leukopeni hingga periode demam berakhir
·         Hitung trombosit normal, demikian pula komponen lain dalam mekanisme pembekuaan darah. Pada beberapa epidemi biasanya terjadi trombositopeni
·         Serum biokimia/enzim biasanya normal, kadar enzim hati mungkin meningkat.
·         Peningkatan hematokrit ringan oleh karena akibat dari dehidrasi dikaitkan dengan demam yang tinggi, muntah, anoreksia, dan minimnya intake oral.
·         Penggunaaan analgesik, antipiretik, antiemetik, dan antibiotik dapat mengintervensi peningkatan hasil laboratorium fungsi hepar dan pembekuan darah.

  1. Demam berdarah Dengue ( Dengue Hemorrhagic fever)
Demam berdarah dengue lebih sering muncul pada anak usia kurang dari 15 tahun pada daerah yang hiperendemis. Hal ini dikaitkan dengan infeksi virus dengue berulang. Demam berdarah dengue memiliki karakteristik onset akut demam yang sangat tinggi, disertai dengan tanda dan gejala yang sama dengan demam dengue. Gejala perdarahan yang muncul dapat berupa tes torniquet yang positif, ptekie, perdarahan gastrointestinal yang masif. Saat akhir dari fase demam, ada tendensi untuk berkembang menjadi keadaan syok hipovolemik oleh karena adanya plasma leakage.
                Terdapat tanda bahaya, antara lain : muntah persisten, nyeri abdomen, letargi, oligouria yang harus diketahui untuk mencegah syok. Kelainan hemostasis dan adanya plasma leakage merupakan tanda utama dari demam berdarah dengue. Trombositopenia dan peningkatan hematokrit harus segera ditemukan sebelum muncul adanya tanda syok.
                Demam berdarah dengue biasa terjadi pada anak dengan infeksi sekunder virus dengue yang mana sudah pernah terinfeksi oleh virus dengue DEN-1 dan DEN-3.
Pada awal perjalanan penyakit, DBD menyerupai kasus DD. Pada DBD terdapat perdarahan kulit, uji tornikuet positif, memar dan perdarahan pada tempat pengambilan darah  vena. Petekia halus tersebar di anggota gerak, muka, aksila sering kali ditemukan pada masa dini demam. Epistaksis dan perdarahan gusi jarang dijumpai sedangkan perdarahan saluran pencernaan hebat lebih jarang lagi dan biasanya timbul setelah renjatan tidak dapat diatasi (Soedarmo, 2012).
Hati biasanya teraba sejak awal fase demam, bervariasi mulai dari teraba 2-4 cm dibawah lengkung iga kanan. Derajat pembesaran hati tidak berhubungan dengan keparahan penyakit. Untuk menemukan pembesaran hati, harus dilakukan perabaan setiap hari. Nyeri tekan di daerah hati sering kali ditemukan dan pada sebagian kecil kasus dapat disertai ikterus.  Nyeri tekan di daerah hati tampak jelas pada anak besar dan ini berhubungan dengan adanya perdarahan (Soedarmo, 2012)
Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan adanya trombositopenia sedang hingga berat disertai hemokonsentrasi. Fenomena patofisiologis utama yang menentukan derajat penyakit dan membedakan DBD dari DD ialah peningkatan permeabilitas pembuluh darah, menurunnya volume plasma, trombositopenia, dan diatesis hemoragik (Soedarmo, 2012)

  1. Dengue Shock Syndrome (DSS)
Manifestasi yang tidak lazim melibatkan berbagai organ misalnya hepar, ginjal, otak, dan jantung yang dikaitkan dengan infeksi dengue telah dilaporkan meningkat pada berbagai kasus yang tidak memiliki bukti terjadinya plasma leakage. Manifestasi tersebut dikaitkan dengan syok yang berkepanjangan. Pada DSS dijumpai adanya manifestasi kegagalan sirkulasi yaitu nadi lemah dan cepat, tekanan nadi menurun (<20mmhg dan="dan" dingin="dingin" gelisah="gelisah" hipotensi="hipotensi" kulit="kulit" lembab="lembab" pasien="pasien" span="span" tampak="tampak">

           5. Expanded Dengue Syndrome /Manifestasi Unusual
Menurut Kalayanarooj dan Nimmannitya tahun 2004 mengklasifikasikan manifestasi unusual  infeksi virus dengue berupa keterlibatan gangguan susunan saraf pusat (SSP), gagal fungsi hati, gagal fungsi ginjal, fungsi pernapasan, fungsi jantung, infeksi ganda dan kondisi yang memperberat.

neurologi
Ensefalopati/ensefalitis, meningitis aseptik, perdarahan/trombosis intrakranial, kejang, mental confusion, kaku kuduk, mono-/poli-neuropati, guillain barre syndrome, mielitis
gastro-intestinal
Hepatitis/gagal hati fulminan, acalculous cholecystitis, pankreatitis akut, febrile diarrhea
Ginjal
Hemolytic uremic syndrome
Jantung
Miokarditis, gangguan konduksi, perikarditis
Pernapasan
ARDS, perdarahan paru
Hati
spontaneous splenic rupture, lymphnode infarction
Gambar  Manifestasi Unusual (Kalayanarooj, 2004)
Table derajat  manifestasi klinis Infeksi Dengue
DD/DBD
Grade
Tanda dan Gejala
Laboratorium
Demam Dengue

Demam disertai 2 keadaan berikut :
-      Nyeri Kepala
-      Nyeri retro-orbita
-      Mialgia
-      Rash
-      Atralgia/Nyeri tulang
-      Manifestasi perdarahan
-      Tanpa disertai adanya plasma Leakage
-       Leukopenia
( < 5000 sel/mm3 )
-       Trombositopenia
( < 150.000 sel/mm3 )
-       Peningkatan Hematokrit
( 5 – 10 % )
-       Tidak ditemukan kebocoran plasma
DBD
I
Demam disertai manifestasi perdarahan (torniquet tes + ) dan adanya plasma leakage
Trombositopenia
( < 100.000 sel/mm3 )
Hematokrit Meningkat
( > 20 % )
DBD
II
Grade I ditambah perdarahan spontan
Trombositopenia
( < 100.000 sel/mm3 )
Hematokrit Meningkat
( > 20 % )
DBD
(DSS)
III
Grade I atau II ditambah adanya kegagalan sirkulasi :
-          pulsasi nadi yang lemah,
-          hipotensi,
-          perbedaan sistole dan diastole yang sempit
-          kondisi umum gelisah
Trombositopenia
( < 100.000 sel/mm3 )
Hematokrit Meningkat
( > 20 % )
DBD
(DSS)
IV
Grade III ditambah dengan syok berat serta nadi dan tekanan darah yang tidak terukur
Trombositopenia
( < 100.000 sel/mm3 )
Hematokrit Meningkat
( > 20 % )


FASE DEMAM PADA INFEKSI DENGUE


Fase Febrile
Demam tinggi hiperpirexia. Bisa dehidrasi karena muntah, diare dan febrisnya.
Fase kritis
Bisa menjadi DSS:
-          pulsasi nadi yang lemah,
-          hipotensi,
-          perbedaan sistole dan diastole yang sempit
-          kondisi umum gelisah

Masa konvalensen pada DHF
Diuresis dan kembalinya nafsu makan adalah tanda penyembuhan dan merupakan indikasi untuk menghentikan terapi cairan. Tanda-tanda pada masa konvalensen yang biasa ditemukan adalah adanya sinus bradikardi atau aritmia dan rash ptekiae yang khas pada demam dengue. Masa konvalensen pada pasien dengan atau tanpa syok biasanya pendek dan tidak terdeteksi. Bahkan dalam kasus dengan syok, setelah syok teratasi dengan pengobatan yang baik, pasien yang bertahan sembuh dalam waktu 2-3 hari. Namun, pasien dengan syok yang lama dan kegagalan multiorgan harus mendapatkan pengobatan yang spesifik dan mengalami fase konvalensen yang lebih lama. 

Penatalaksanaan DBD disesuaikan dengan derajat terlampir sebagai berikut:


Gambar 1.12. Tatalaksana infeksi virus Dengue pada kasus tersangka DBD.


Gambar 1.13. Tatalaksana tersangka DBD (rawat inap) atau demam Dengue.


   Gambar 1.14 Tatalaksana kasus DBD derajat I dan II.


               Gambar 1.15. Tatalaksana Kasus DBD derajat III dan IV atau DSS.

Kriteria memulangkan pasien antara lain (Soedarmo, 2012) :
1.       Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
2.       Nafsu makan membaik
3.       Tampak perbaikan secara klinis
4.       Hematokrit stabil
5.       Tiga hari setelah syok teratasi
6.       Jumlah trombosit diatas 50.000/ml dan cenderung meningkat
7.       Tidak dijumpai adanya distress pernafasan (akibat efusi pleura atau asidosis).4

2.16 Prognosis
Bila tidak disertai renjatan dalam 24 – 36 jam, biasanya prognosis akan menjadi baik. Kalau lebih dari 36 jam belum ada tanda perbaikan, kemungkinan sembuh kecil dan prognosisnya menjadi buruk (Rampengan, 2008). Penyebab kematian Demam Berdarah Dengue cukup tinggi yaitu 41,5 %. (Soegijanto, 2001). Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan antara jenis kelamin penderita demam berdarah dengue, tetapi kematian lebih banyak ditemukan pada anak perempuan daripada laki – laki. Penyebab kematian tersebut antara lain (Rampengan, 2008) :
1.       Syok lama
2.       Overhidrasi
3.       Perdarahan masif
4.       Demam Berdarah Dengue dengan syok yang disertai manifestasi yang tidak syok

2.17 Pencegahan
Pencegahan yang dilakukan adalah dengan cara Pengendalian vektor virus dengue. Pengendalian vektor bertujuan (Purnomo, 2010) :
  1. Mengurangi populasi vektor serendah rendahnya sehingga tidak berarti lagi sebagai penular penyakit.
  2. Menghindarkan terjadi kontak antara vektor dan manusia.
Cara efektif untuk pengendalian vektor adalah dengan penatalaksanaan lingkungan yang termasuk perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pemantauan aktivitas untuk modifikasi faktor-faktor lingkungan dengan suatu pandangan untuk mencegah perkembangan vektor dan kontak manusia-vektor-patogen. Pengendalian vektor dapat berupa (Purnomo, 2010):
1.      Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
    1. Melakukan metode 4 M (menguras, Menutup dan Menyingkirkan, dan monitor tempat perindukan nyamuk) minimal 1 x seminggu bagi tiap keluarga, 
    2. 100% tempat penampungan air sukar dikuras diberi abate tiap 3 bulan
    3. ABJ (angka bebas jentik) diharapkan mencapai 95%
2.      Foging Focus dan Foging Masal
    1. Foging fokus dilakukan 2 siklus dengan radius 200 m dengan selang waktu 1 minggu
    2. Foging masal dilakukan 2 siklus diseluruh wilayah suspek KLB dalam jangka waktu 1 bulan
    3. Obat yang dipakai : Malation 96EC atau Fendona 30EC dengan menggunakan Swing Fog
3.      Penyelidikan Epidemiologi
a.       Dilakukan petugas puskesmas yang terlatih dalam waktu 3x24 jam setelah menerima laporan kasus
b.      Hasil dicatat sebagai dasar tindak lanjut penanggulangan kasus
4.      Penyuluhan perorangan/kelompok untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.
5.      Kemitraan untuk sosialisasi penanggulangan DBD.

Kewajiban pelaporan kasus dalam tempo 24 jam ke Dinas Kesehatan tingkat II/Puskesmas tempat tinggal pasien merupakan keharusan yang sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan 560 tahun 1989 dengan tujuan kemungkinan terjadinya penularan lebih lanjut, penyakit DBD dapat dicegah dan ditanggulangi sedini mungkin. Dengan adanya laporan kasus pada Puskesmas/ Dinas Kesehatan tingkat II yang bersangkutan, dapat dengan segera melakukan penyelidika epidemiologi di sekitar tempat tinggal kasus untuk melihat kemungkinan resiko penularan (Soedarmo, 2012).
                Apabila dari hasil penyelidikan epidemiologi diperoleh data adanya resiko penularan DBD, maka pihak terkait akan melakukan langkah – langkah upaya penanggulangan berupa : foging fokus dan abatisasi selektif. Tujuan abatisasi adalah membunuh larva dengan butir – butir abate sand granule (SG) 1 %  pada tempat penyimpanan air dengan dosis ppm (part per milion) yaitu : 10 gram meter 100 liter air. Selain itu dapat dilakukan dengan menggalakkan masyarakat untuk melakukan kerja bakti dalan pemberantasan sarang nyamuk (Soedarmo, 2012).