INFEKSI VIRUS DENGUE
KLASIFIKASI INFEKSI VIRUS
DENGUE, WHO 2011
Pada dasarnya ada empat sindrom klinis dengue yaitu (Pudjiadi, 2010;
WHO, 2011):
- Silent dengue atau Undifferentiated fever
Pada bayi, anak, dan dewasa yang terinfeksi virus dengue untuk
pertama kali mungkin akan berkembang gejala yang tidak bisa dibedakan dari infeksi virus lainnya. Bercak
maculopapular biasanya mengiringi demam. Biasanya juga muncul gejala saluran
pernafasan atas dan gejala gastrointestinal.
- Demam dengue klasik
Demam dengue atau disebut juga dengan demam dengue klasik
lebih sering pada anak yang lebih tua, remaja, dan dewasa. Secara umum,
manifestasi berupa demam akut, terkadang demam bifasik disertai dengan gejala
nyeri kepala, mialgia, atralgia, rash, leukopenia, dan trombositopenia.
Adakalanya, secara tidak biasa muncul perdarahan gastrointestinal,
hipermenorea, dan epistaksis masif. Pada daerah yang endemis, insidensi jarang
muncul pada penduduk lokal
Masa
inkubasi antara 4 – 6 hari (berkisar 3 –
14 hari) disertai gejala konstitusional dan nyeri kepala, nyeri punggung, dan
malaise (WHO,2011).
Awal penyakit biasanya mendadak dengan
adanya trias yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota badan dan ruam/rash (Soedarmo, 2012).
·
Demam : suhu tubuh biasanya mencapai
39oC sampai 40oC dan demam bersifat bifasik yang
berlangsung sekitar 5-7 hari (WHO, 2011).
·
Ruam kulit : kemerahan atau bercak-bercak
merah yang terdapat di dada, tubuh serta abdomen, menyebar ke anggota gerak dan
muka. Ruam bersifat makulopapular yang menghilang pada tekanan. Ruam timbul
pada 6-12 jam sebelum suhu naik pertama kali (hari sakit ke 3-5) dan
berlangsung 3-4 hari (Soedarmo,
2012).
Anoreksi dan obstipasi sering
dilaporkan, di samping itu perasaan tidak nyaman di daerah epigastrium disertai
nyeri kolik dan perut lembek sering ditemukan. Gejala klinis lainnya meliputi
fotofobia, berkeringat, batuk. Kelenjar limfa servikal dilaporkan membesar pada
67-77% kasus atau dikenal sebagai Castelani’s
sign yang patognomonik (Soedarmo,
2012).
Kelainan darah tepi demam dengue
adalah leukopeni selama periode pra demam dan demam, nutrofilia relatif dan
limfopenia, disusul oleh neutropenia relatif dan limfositosis pada periode
puncak penyakit dan pada masa konvalesens. Eusinofil menurun atau menghilang
pada permulaan dan pada puncak penyakit, hitung jenis neutrofil bergeser ke
kiri selama periode demam, sel plasma meningkat pada periode memuncaknya
penyakit dengan terdapatnya trombositopenia. Darah tepi menjadi normal kembali
dalam waktu 1 minggu (Soedarmo,
2012).
Pada daerah endemis, tes torniquet
yang positif dan leukopenia ( < 5.000 cell/mm3) dapat membantu penegakan
diagnosis dari infeksi dengue dengan angka prediksi 70 – 80 %. Pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan (WHO, 2011):
·
Hitung sel darah putih biasanya normal
saat permulaan demam kemudian leukopeni hingga periode demam berakhir
·
Hitung trombosit normal, demikian pula
komponen lain dalam mekanisme pembekuaan darah. Pada beberapa epidemi biasanya
terjadi trombositopeni
·
Serum biokimia/enzim biasanya normal, kadar
enzim hati mungkin meningkat.
·
Peningkatan hematokrit ringan oleh
karena akibat dari dehidrasi dikaitkan dengan demam yang tinggi, muntah,
anoreksia, dan minimnya intake oral.
·
Penggunaaan analgesik, antipiretik,
antiemetik, dan antibiotik dapat mengintervensi peningkatan hasil laboratorium
fungsi hepar dan pembekuan darah.
- Demam berdarah Dengue ( Dengue Hemorrhagic fever)
Demam berdarah dengue lebih sering muncul pada anak
usia kurang dari 15 tahun pada daerah yang hiperendemis. Hal ini dikaitkan
dengan infeksi virus dengue berulang. Demam berdarah dengue memiliki
karakteristik onset akut demam yang sangat tinggi, disertai dengan tanda dan
gejala yang sama dengan demam dengue. Gejala perdarahan yang muncul dapat
berupa tes torniquet yang positif, ptekie, perdarahan gastrointestinal yang
masif. Saat akhir dari fase demam, ada tendensi untuk berkembang menjadi
keadaan syok hipovolemik oleh karena adanya plasma leakage.
Terdapat tanda
bahaya, antara lain : muntah persisten, nyeri abdomen, letargi, oligouria yang
harus diketahui untuk mencegah syok. Kelainan hemostasis dan adanya plasma
leakage merupakan tanda utama dari demam berdarah dengue. Trombositopenia dan
peningkatan hematokrit harus segera ditemukan sebelum muncul adanya tanda syok.
Demam berdarah
dengue biasa terjadi pada anak dengan infeksi sekunder virus dengue yang mana
sudah pernah terinfeksi oleh virus dengue DEN-1 dan DEN-3.
Pada awal perjalanan penyakit, DBD
menyerupai kasus DD. Pada DBD terdapat perdarahan kulit, uji tornikuet positif,
memar dan perdarahan pada tempat pengambilan darah vena. Petekia halus tersebar di anggota
gerak, muka, aksila sering kali ditemukan pada masa dini demam. Epistaksis dan
perdarahan gusi jarang dijumpai sedangkan perdarahan saluran pencernaan hebat
lebih jarang lagi dan biasanya timbul setelah renjatan tidak dapat diatasi (Soedarmo, 2012).
Hati biasanya teraba sejak awal fase
demam, bervariasi mulai dari teraba 2-4 cm dibawah lengkung iga kanan. Derajat
pembesaran hati tidak berhubungan dengan keparahan penyakit. Untuk menemukan
pembesaran hati, harus dilakukan perabaan setiap hari. Nyeri tekan di daerah
hati sering kali ditemukan dan pada sebagian kecil kasus dapat disertai
ikterus. Nyeri tekan di daerah hati
tampak jelas pada anak besar dan ini berhubungan dengan adanya perdarahan (Soedarmo, 2012)
Pada
pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan adanya trombositopenia sedang hingga
berat disertai hemokonsentrasi. Fenomena patofisiologis utama yang menentukan
derajat penyakit dan membedakan DBD dari DD ialah peningkatan permeabilitas
pembuluh darah, menurunnya volume plasma, trombositopenia, dan diatesis
hemoragik (Soedarmo, 2012)
- Dengue Shock Syndrome (DSS)
Manifestasi yang tidak lazim melibatkan berbagai organ
misalnya hepar, ginjal, otak, dan jantung yang dikaitkan dengan infeksi dengue
telah dilaporkan meningkat pada berbagai kasus yang tidak memiliki bukti
terjadinya plasma leakage. Manifestasi tersebut dikaitkan dengan syok yang
berkepanjangan. Pada DSS dijumpai adanya manifestasi kegagalan
sirkulasi yaitu nadi lemah dan cepat, tekanan nadi menurun (<20mmhg dan="dan" dingin="dingin" gelisah="gelisah" hipotensi="hipotensi" kulit="kulit" lembab="lembab" pasien="pasien" span="span" tampak="tampak">20mmhg>
5. Expanded Dengue Syndrome /Manifestasi Unusual
Menurut
Kalayanarooj dan
Nimmannitya tahun 2004 mengklasifikasikan manifestasi unusual infeksi
virus dengue berupa keterlibatan gangguan susunan saraf pusat (SSP), gagal
fungsi hati, gagal fungsi ginjal, fungsi pernapasan, fungsi jantung, infeksi
ganda dan kondisi yang memperberat.
neurologi
|
Ensefalopati/ensefalitis, meningitis
aseptik, perdarahan/trombosis intrakranial, kejang, mental confusion,
kaku kuduk, mono-/poli-neuropati, guillain barre syndrome, mielitis
|
gastro-intestinal
|
Hepatitis/gagal hati fulminan, acalculous cholecystitis, pankreatitis
akut, febrile diarrhea
|
Ginjal
|
Hemolytic uremic syndrome
|
Jantung
|
Miokarditis,
gangguan konduksi, perikarditis
|
Pernapasan
|
ARDS, perdarahan paru
|
Hati
|
spontaneous splenic rupture, lymphnode infarction
|
Gambar
Manifestasi Unusual (Kalayanarooj, 2004)
Table derajat manifestasi klinis Infeksi Dengue
DD/DBD
|
Grade
|
Tanda dan Gejala
|
Laboratorium
|
Demam Dengue
|
|
Demam disertai 2 keadaan
berikut :
- Nyeri Kepala
- Nyeri retro-orbita
- Mialgia
- Rash
- Atralgia/Nyeri tulang
- Manifestasi perdarahan
- Tanpa disertai adanya plasma Leakage
|
- Leukopenia
( < 5000 sel/mm3 )
- Trombositopenia
( < 150.000 sel/mm3 )
- Peningkatan Hematokrit
( 5 – 10 % )
- Tidak ditemukan kebocoran plasma
|
DBD
|
I
|
Demam disertai manifestasi perdarahan (torniquet
tes + ) dan adanya plasma leakage
|
Trombositopenia
( < 100.000 sel/mm3
)
Hematokrit Meningkat
( > 20 % )
|
DBD
|
II
|
Grade I ditambah perdarahan spontan
|
Trombositopenia
( < 100.000 sel/mm3
)
Hematokrit Meningkat
( > 20 % )
|
DBD
(DSS)
|
III
|
Grade I atau II ditambah adanya kegagalan
sirkulasi :
-
pulsasi
nadi yang lemah,
-
hipotensi,
-
perbedaan
sistole dan diastole yang sempit
-
kondisi
umum gelisah
|
Trombositopenia
( < 100.000 sel/mm3
)
Hematokrit Meningkat
( > 20 % )
|
DBD
(DSS)
|
IV
|
Grade III ditambah dengan syok berat serta nadi
dan tekanan darah yang tidak terukur
|
Trombositopenia
( < 100.000 sel/mm3
)
Hematokrit Meningkat
( > 20 % )
|
FASE DEMAM PADA INFEKSI DENGUE
Fase Febrile
Demam tinggi hiperpirexia. Bisa dehidrasi karena muntah, diare dan
febrisnya.
Fase kritis
Bisa menjadi DSS:
-
pulsasi
nadi yang lemah,
-
hipotensi,
-
perbedaan
sistole dan diastole yang sempit
-
kondisi
umum gelisah
Masa konvalensen
pada DHF
Diuresis dan
kembalinya nafsu makan adalah tanda penyembuhan dan merupakan indikasi untuk
menghentikan terapi cairan. Tanda-tanda pada masa konvalensen yang biasa
ditemukan adalah adanya sinus bradikardi atau aritmia dan rash ptekiae yang
khas pada demam dengue. Masa konvalensen pada pasien dengan atau tanpa syok
biasanya pendek dan tidak terdeteksi. Bahkan dalam kasus dengan syok, setelah
syok teratasi dengan pengobatan yang baik, pasien yang bertahan sembuh dalam
waktu 2-3 hari. Namun, pasien dengan syok yang lama dan kegagalan multiorgan
harus mendapatkan pengobatan yang spesifik dan mengalami fase konvalensen yang
lebih lama.
Penatalaksanaan DBD
disesuaikan dengan derajat terlampir sebagai berikut:
Gambar 1.12. Tatalaksana infeksi virus Dengue pada kasus tersangka DBD.
Gambar 1.13. Tatalaksana tersangka DBD (rawat inap) atau demam Dengue.
Gambar 1.14 Tatalaksana kasus DBD derajat I
dan II.
Gambar 1.15. Tatalaksana Kasus
DBD derajat III dan IV atau DSS.
Kriteria
memulangkan pasien antara lain (Soedarmo, 2012) :
1.
Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
2.
Nafsu makan membaik
3.
Tampak perbaikan secara klinis
4.
Hematokrit stabil
5.
Tiga hari setelah syok teratasi
6.
Jumlah
trombosit diatas 50.000/ml dan cenderung meningkat
7.
Tidak
dijumpai adanya distress pernafasan (akibat efusi pleura atau asidosis).4
2.16 Prognosis
Bila tidak disertai renjatan dalam 24 – 36
jam, biasanya prognosis akan menjadi baik. Kalau lebih dari 36 jam belum ada
tanda perbaikan, kemungkinan sembuh kecil dan prognosisnya menjadi buruk
(Rampengan, 2008). Penyebab kematian Demam Berdarah Dengue cukup tinggi yaitu
41,5 %. (Soegijanto, 2001). Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan antara
jenis kelamin penderita demam berdarah dengue, tetapi kematian lebih banyak
ditemukan pada anak perempuan daripada laki – laki. Penyebab kematian tersebut antara
lain (Rampengan, 2008) :
1.
Syok
lama
2.
Overhidrasi
3.
Perdarahan
masif
4.
Demam
Berdarah Dengue dengan syok yang disertai manifestasi yang tidak syok
2.17 Pencegahan
Pencegahan
yang dilakukan adalah dengan cara Pengendalian vektor virus dengue. Pengendalian vektor bertujuan (Purnomo,
2010) :
- Mengurangi populasi vektor serendah – rendahnya sehingga tidak berarti lagi sebagai penular penyakit.
- Menghindarkan terjadi kontak antara vektor dan manusia.
Cara efektif untuk pengendalian vektor
adalah dengan penatalaksanaan lingkungan yang termasuk perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan pemantauan aktivitas untuk modifikasi
faktor-faktor lingkungan dengan suatu pandangan untuk mencegah perkembangan
vektor dan kontak manusia-vektor-patogen. Pengendalian vektor dapat
berupa (Purnomo, 2010):
1.
Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN)
- Melakukan metode 4 M (menguras, Menutup dan Menyingkirkan, dan monitor tempat perindukan nyamuk) minimal 1 x seminggu bagi tiap keluarga,
- 100% tempat penampungan air sukar dikuras diberi abate tiap 3 bulan
- ABJ (angka bebas jentik) diharapkan mencapai 95%
2.
Foging
Focus dan Foging Masal
- Foging fokus dilakukan 2 siklus dengan radius 200 m dengan selang waktu 1 minggu
- Foging masal dilakukan 2 siklus diseluruh wilayah suspek KLB dalam jangka waktu 1 bulan
- Obat yang dipakai : Malation 96EC atau Fendona 30EC dengan menggunakan Swing Fog
3.
Penyelidikan
Epidemiologi
a.
Dilakukan
petugas puskesmas yang terlatih dalam waktu 3x24 jam setelah menerima laporan
kasus
b.
Hasil
dicatat sebagai dasar tindak lanjut penanggulangan kasus
4.
Penyuluhan perorangan/kelompok untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat.
5.
Kemitraan untuk sosialisasi
penanggulangan DBD.
Kewajiban pelaporan kasus dalam tempo 24
jam ke Dinas Kesehatan tingkat II/Puskesmas tempat tinggal pasien merupakan
keharusan yang sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan 560 tahun 1989 dengan
tujuan kemungkinan terjadinya penularan lebih lanjut, penyakit DBD dapat
dicegah dan ditanggulangi sedini mungkin. Dengan adanya laporan kasus pada
Puskesmas/ Dinas Kesehatan tingkat II yang bersangkutan, dapat dengan segera
melakukan penyelidika epidemiologi di sekitar tempat tinggal kasus untuk
melihat kemungkinan resiko penularan (Soedarmo, 2012).
Apabila
dari hasil penyelidikan epidemiologi diperoleh data adanya resiko penularan
DBD, maka pihak terkait akan melakukan langkah – langkah upaya penanggulangan
berupa : foging fokus dan abatisasi selektif. Tujuan abatisasi adalah membunuh
larva dengan butir – butir abate sand
granule (SG) 1 % pada tempat
penyimpanan air dengan dosis ppm (part
per milion) yaitu : 10 gram meter 100 liter air. Selain itu dapat dilakukan
dengan menggalakkan masyarakat untuk melakukan kerja bakti dalan pemberantasan
sarang nyamuk (Soedarmo, 2012).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar